Senyum yang Memecah Langit Duka Dulu, dia adalah Xiao Lian, putri kesayangan Jenderal Agung, bunga terindah di istana yang selalu tersenyu...

Ini Baru Cerita! Senyum Yang Memecah Langit Duka Ini Baru Cerita! Senyum Yang Memecah Langit Duka

Ini Baru Cerita! Senyum Yang Memecah Langit Duka

Ini Baru Cerita! Senyum Yang Memecah Langit Duka

Senyum yang Memecah Langit Duka

Dulu, dia adalah Xiao Lian, putri kesayangan Jenderal Agung, bunga terindah di istana yang selalu tersenyum. Senyumnya, bagai mentari pagi yang menghangatkan jiwa. Namun, mentari itu redup, bahkan nyaris padam, ketika cinta dan kekuasaan bersekongkol menghancurkannya. Kaisar, yang terpikat akan kecantikannya, berjanji membawanya ke singgasana. Namun, janji hanyalah janji, angin lalu yang tak berbekas. Ia justru dituduh berkhianat, ayahnya dieksekusi, dan dirinya diasingkan ke Biara Dingin, tempat kenangan pahit menjadi teman setia.

Bertahun-tahun berlalu. Xiao Lian bukan lagi gadis riang yang dulu. Wajahnya masih menyimpan kecantikan yang memukau, namun kini terukir dengan garis-garis keteguhan dan kesunyian. Kelembutan hatinya tak hilang, namun terbungkus baja. Luka yang mendalam tak membuatnya tenggelam dalam dendam buta, melainkan memberinya kejelasan. Ia menyadari bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada amarah yang meledak-ledak, melainkan pada ketenangan yang mematikan.

Ia kembali ke istana bukan sebagai Xiao Lian yang dulu. Ia kini Bai Lian, seorang wanita dengan aura misterius, seorang tabib ulung yang konon mampu menyembuhkan segala penyakit. Penampilannya sederhana, namun setiap gerakannya memancarkan KEANGGUNAN yang tak terbantahkan. Ia melangkah di antara intrik dan pengkhianatan istana dengan tenang, seperti berjalan di taman bunga. Setiap senyum yang ia ukir kini adalah senjata, setiap kata yang ia ucapkan adalah racun yang bekerja perlahan namun pasti.

Kaisar, yang kini telah renta dan penuh penyesalan, tak mengenali wanita di hadapannya. Ia justru terpikat kembali, merasa bahwa Bai Lian adalah harapan terakhirnya. Bai Lian melayaninya dengan sabar, merawatnya dengan teliti, namun di balik senyumnya yang manis, ia meracik ramuan pahit yang akan membawanya pada keadilan. Ia tak membunuhnya dengan pedang, melainkan dengan harapan palsu, dengan penyesalan yang membakar jiwanya perlahan.

Ia melihat kejatuhan mereka yang dulu mengkhianatinya, bukan dengan sorak sorai kemenangan, melainkan dengan tatapan dingin seorang dewi keadilan. Dendamnya bukan teriakan histeris, melainkan bisikan angin yang membawa maut. Ia membuktikan bahwa kehancuran bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari kebangkitan yang lebih kuat.

Di hadapan tahta yang kosong, Bai Lian tersenyum tipis. Senyum yang memecah langit duka, senyum yang lahir dari luka, senyum yang menandai kemenangan dirinya sendiri. Senyum yang mengatakan, "Kini, mahkota ini adalah milikku, bukan sebagai ratu, tapi sebagai hakim bagi diriku sendiri…"

You Might Also Like: Skincare Lokal Untuk Kulit Tropis_30

0 Comments: