Lantai marmer Istana Bintang Utara memantulkan siluet anggun LANYING. Gaun sutra merah anggurnya berayun lembut saat ia melangkah, senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum itu, sebuah topeng sempurna, menyembunyikan badai yang berkecamuk di dalam hatinya. Dulu, senyum ini adalah miliknya dan suaminya, Pangeran Zetian. Dulu, senyum ini adalah janji kebahagiaan.
Lanying mengingat kembali malam bulan purnama di taman sakura. Zetian berlutut di hadapannya, menyematkan jepit rambut phoenix di sanggulnya. "Lanying-ku, bersamamu adalah takdirku. Cintaku padamu seluas langit dan sedalam samudra!" Bisikannya dulu bagaikan madu, kini terasa seperti racun yang membakar kerongkongan.
Pelukan Zetian, yang dulu hangat dan melindungi, kini terasa dingin dan beracun. Ia tahu, di balik tatapan mata elangnya, tersembunyi sebuah pengkhianatan yang kejam. Ia melihatnya sendiri. Saat Zetian menggenggam tangan Putri Meihua di paviliun terlarang, bulan sabit menyinari siluet cinta terlarang mereka. Janji-janji yang diucapkannya kini berubah menjadi belati yang menusuk jantung Lanying berkali-kali.
Lanying tidak menangis. Ia tidak berteriak. Ia hanya merasakan hampa yang melumpuhkan. Sebagai permaisuri kekaisaran, ia diajarkan untuk menyembunyikan emosi, untuk menjaga kehormatan keluarga kerajaan. Maka, ia memilih untuk diam. Ia memilih untuk merencanakan.
Beberapa bulan kemudian, Pangeran Zetian ditemukan meninggal dunia di kamarnya. Dokter kerajaan menyatakan keracunan. Ekspresinya damai, seolah tertidur lelap. Lanying, dengan senyum yang sama, menghadiri upacara pemakamannya. Ia tidak meneteskan air mata.
Surat wasiat Zetian dibacakan di depan seluruh istana. Isinya? Pangeran Zetian mewariskan seluruh kekayaannya, tahta, dan kekuasaannya kepada Permaisuri Lanying. Sebuah keputusan yang mengejutkan semua orang, terutama Putri Meihua, yang tatapannya dipenuhi kemarahan dan kekecewaan.
Lanying, dengan anggun, menerima dekrit tersebut. "Saya akan menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya," ucapnya tenang. Ia tidak menyebutkan bagaimana ia mengganti racun dalam anggur Zetian dengan ramuan yang hanya akan membuatnya sakit dan meratapi cintanya, sebuah racun yang jauh lebih kuat dari kematian.
Balas dendamnya bukan darah. Balas dendamnya adalah penyesalan abadi yang akan menghantui Putri Meihua selamanya. Balas dendamnya adalah melihat Zetian mencintai dan mempercayainya sampai akhir hayatnya, bahkan ketika ia sudah merencanakan kejatuhannya.
Lanying mengangkat piala anggurnya, matanya menatap jauh ke langit malam. Senyumnya mengembang, namun kali ini, ada sedikit sentuhan kepahitan di sana. Ia tahu, ia telah kehilangan sesuatu yang tak tergantikan.
Lalu, dalam bisikan yang nyaris tak terdengar, ia berkata, "Cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama..."
You Might Also Like: 79 Cara Pelembab Lokal Dengan Tekstur
0 Comments: